Hai, kamu apa kabar? Baik, kan?
..... Kamu tau? Aku rindu.
Kenapa semakin hari kamu
semakin jauh? Apa kamu tak tau? Kamu adalah alasanku
untuk tetap bisa berdiri.
Tapi, kenapa kamu malah membuatku
terjatuh? Apa
kakimu sudah terlalu lelah untuk menopang sesuatu yang seharusnya
tidak kamu topang?
Atau...
Apa tanganmu sudah lelah untuk
menggenggam apa yang seharusnya tidak kamu genggam? Menggenggam dengan erat
lalu hilang. Ah itu kan ibarat pasir! Ya, semakin aku menggenggammu
erat, semakin kamu terlepas dariku.
Atau....
Apa aku terlalu erat ketika
menggenggamu? Sampai-sampai kamu saja merasa sakit dan memilih untuk lepas? Tidak!
Bukan hanya kamu yang sakit. Aku juga! Tapi,
apa kamu tau? Aku bertahan. Iya bertahan meski sakitnya saja minta ampun.
Ah mengenalmu, selalu dekat
denganmu, itu rasanya menyenangkan. Namun kenapa ketika aku merasakan sedikit kesenangan, kemudian
kesedihan datang menyapa? Seakan mereka tak ingin disatukan. Rasanya memang tak
ada batas. Kesenangan, kesedihan,
kedatangan, kepergian, memang berada dalam lingkup yang terlalu
dekat, namun terlalu angkuh untuk bisa
saling bersama.
Ya! Aku tau, memang sudah seharusnya dari
awal aku melangkah,
meskipun itu dengan pelan.
Kamu tau? Buatku, melangkah pun terasa berat, terlebih
tanpamu. Kamu mengajarkanku menjadi sosok
yang kuat, tapi apa? Aku, menangispun kini karnamu (lagi). Perhatian padamu
saja malah kamu salah artikan? Dimana sisi sayangmu seperti ketika kamu
tersenyum padaku? Kenapa hanya pikiran dangkal tanpa memikirkan perasaanku
nanti yang membuatmu membiarkanku melangkah?
Ah, sayang sekali. Pertemuan singkat,
kedekatan singkat, kebahagiaan singkat, terlalu cepat terenggut, oleh keegoisanmu,
kegengsianku. Aku peduli padamu, ingin membuatmu menjadi lebih baik lagi, meski
aku juga menyadari, kalau aku tak selalu benar. Dan aku,kamu. Kita sama-sama
saling belajar, bukan saling menyalahkan, mengalahkan atau menjatuhkan! Cerita kita mungkin berakhir, namun sampai kapan
aku tak tau, aku akan mencoba bertahan. Karna aku pernah bilang padamu, kan? Kalau
memang perlu, ibarat sebuah lagu, biarlah aku menunggu..meski harus, seribu tahun lamanya...
“Takkan pernah berhenti, untuk
selalu percaya
Walau harus menunggu, seribu
tahun lamanya
Biarkanlah terjadi, wajar apa
adanya
Walau harus menunggu, seribu
tahun lamanya
Jika, kau masih ragu, untuk menerima
Biarkan hati kecilmu
berbicara
Karena kutahu, kan datang
saatnya”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar