Mengapa kamu datang ketika aku tlah bersamanya? Ketika aku
mulai mencicipi rasa bahagia, merasakan duka lara bersamanya, kamu seakan-akan
datang dengan membawa sejuta rasa yang berbeda.
Mengapa kini kamu baru datang? Kemana dirimu ketika aku mencoba
menopang dan melangkah? Berdiri, berjalan dalam sepi, sendiri. Bebas, lepas,
dan belum , bahkan tanpa ada ikatan dengan, dia.
Ah, kenapa? Apakah mungkin, kamu masih malu untuk menyapa? Namun
kenapa, ketika aku bersamanya, dengan secepat kilat kamu datang menyambar, menyapa
tanpa permisi. Dan, membuatku luluh
seketika hingga aku lupa tlah bersamanya. Iya, ber-dua bersama dia.
Kamu tau? Hidupku terlalu lengkap bila kita ber-tiga. Cinta ini
akan menjadi berwarna. Serupa warna balon,hijau kuning kelabu, merah muda, dan
biru, atau selengkap pelangi yang selalu mejikuhibiniu.
Cukup! Aku tak mau cinta antara kita datang bersama-sama. Ya!
Cinta antara, Aku-Kamu-Dia. Aku tau, cinta ini tak salah dan tak bisa
disalahkan. Karna menurutku, cinta ini hadir, tanpa paksaan, tanpa keinginan
untuk mendusta, mendua, dan dengan mudahnya, ia mengalir begitu saja.
Aku mengalah, karna aku yang salah! Bukan cintamu atau
cintanya! Aku tau,ini hanyalah tipuan cinta, yang selalu menggoda agar kita
bisa bersama. Hahaha, ingin rasanya aku tertawa!
Namun maaf, tawa ini bukan tawa kemenangan bahagia untukmu
karna kita bisa bersama. Aku tak bisa membagi, aku tak sanggup mencecerkan
cinta, untukmu dan untuknya. Aku tak ingin mendua. Sekali lagi ingin aku
bicara, cinta ini terlalu lengkap bila kita ber-tiga.
Aku takut, kehadiran yang sementara, hanya akan menorehkan
lubang besar yang bernama luka. Lalu, bila rasa ini nantinya menghilang terbawa
semesta, aku yakin, yang kita petik adalah kecewa.
Tolong, ku harap kamu tau. Aku menginginkan satu cinta. Cukup
satu cinta, antara aku dan dia. Bukan cinta segitiga, yang didalamnya kamu pun
masuk menjadi tokohnya.
Sudahlah, lepaskan aku dari jeratan rasa yang pernah ada. Aku
tak ingin mendusta. Lupakan aku, lupakan rasa yang pernah kita bawa bersama ber-dua.
Dan, biarkan saja cerita kita sekejap menjadi lara, daripada
sampai nanti saatnya, semua terbuka, hingga celah untuk mengucap maaf , telah
sirna. Aku lelah, aku ingin setia, aku tak ingin, men-dua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar