Selasa, 30 November 2010

Dia yang Ku Ingat, Dia yang Terhebat

Aku duduk didepan komputerku untuk mengarang cerita. Aku suka menulis. Aku lebih suka menulis dan mengarang dari pada harus menghafal rumus atau pun menghitung. Sastra, mungkin itu jurusan yang tepat untukku. Memang malam ini dingin menyelimuti tubuhku namun satu cangkir teh hangat menemaniku malam ini. Rasanya aku terlalu lelah, mungkin aku butuh hiburan. Akhirnya aku buka jejaring sosial di komputerku, Facebook. Saat aku membuka home, terlihat satu nama yang terekam jelas dipikiranku, segera aku buka profile miliknya
….


“Kriiiiing….” Alarm di hapeku berbunyi dengan nyaringnya,jam udah nunjukin pukul 04.30 . Pagi ini rasanya dingin banget, yup bener aja semalem hujan dan pagi ini mentari masih malu-malu bersembunyi dipunggung awan yang memutih dan langit yang membiru.Mataku masih enggan terbuka, perangkat di kamarku seakan masih enggan di tinggal oleh si empunya, namun apalah daya ini bukanlah hari Minggu dan ini bukan waktu yang tepat untuk bermalas-malasan. Segera aku menunaikan subuhku, mandi, dan bersiap-siap untuk ke sekolah.


….


“Ayaaaa…” teriak sahabatku Pipin dari kejauhan. Pagi ini terlihat berkas yang amat merona di bibir mungilnya. “Kenapa? Ada apa Pin? Tumben nih pagi-pagi udah nyapa-nyapa?” tanyaku heran. Dia hanya terdiam sambil mengeluarkan hapenya., “Lihat nih sms dari Rifqi” katanya sambil mengulurkan hapenya padaku. Aku langsung tersenyum setelah melihat sms tersebut. Rifqi, dia adalah kakak kelasku dua tingkat lebih tua dariku, kabar dikabar dia menyukaiku tak dapat aku pungkiri Rifqi memang anak yang baik, supel, ramah, dan selalu bisa ngasih motivasi yang kuat buat aku. “Gimana?” Tanya Pipin mengagetkan lamunanku. “Apa sih Pin?” jawabku malu-malu. “Ahh Aya, gimana nih Rifqi ngajak kamu jalan besok pulang sekolah, wah kayaknya ada yang mau jadian nih” kata Pipin sambil menggodaku. “Ya liat aja nanti, hehehe …” jawabku singkat dengan sedikit senyuman geli.


….


Siang ini rasanya panas sekali, sangat berlawanan dengan pagi hari tadi, tapi bagaimanapun juga aku harus pulang sekolah naik sepeda karena rumahku juga terletak tidak jauh dari sekolah. Sesampai di rumah aku masuk kamar dan mulai berbaring, melentangkan seluruh anggota tubuhku, rasanya aku bebas ketika badanku bisa mendarat dikasurku yang empuk. Sekilas pikiranku terlintas pada Rifqi dan aku hanya tersenyum geli saat mengingat kedekatan kita. Belum aku selesai memikirkannya tiba-tiba satu SMS masuk di hapeku “Rifqi…” dalam batinku dan benar saja itu adalah Rifqi. SMS itu hampir sama dengan SMS yang dikirimkannya pada sahabatku, Pipin yang isinya ingin mengajakku untuk pergi besok. Segera aku menjawab “Ya” untuk merespon SMS dari Rifqi. Rasanya aku senang sekali. Aku merasakan hal yang berbeda, perasaan ini tak bisa kubendung dan mulai ku tuangkan kedalam buku harianku, sepertinya aku jatuh cinta.


Siang berganti sore dan waktu kini sudah berganti malam. Seusai aku belajar, aku kembali berbaring di kasur. Ditemani SMS dari Rifqi sambil streaming di radio Swaragama. Beberapa lagu aku request dan aku tujukan untuk Rifqi akhirnya diputar. Salah satu lagu favorit kami adalah lagu Marcel yang judulnya Takkan Terganti. “Meski waktu datang dan berlalu sampai kau tiada bertahan semua takkan mampu mengubahku, hanyalah kau yang ada di relungku…” Lanunan lagu-lagu yang merdu mengalun hingga aku tertidur dalam bunga tidurku.
Pagi datang, berganti hingga sekolah berlalu. Aku janjian untuk bertemu dengan Rifqi jam 13.00. Dengan tepat waktu Rifqi kini sudah berada di depan rumahku. Setelah kami pamit untuk pergi pada orangtuaku akhirnya kami keluar. Kami pergi ke suatu tempat yang tidak jauh dari rumahku. Sepanjang jalan aku tak banyak bicara karena aku grogi. Akhirnya kita sampai pada tempat tujuan. Kami duduk disudut tempat yang kosong. Awalnya kami berdua hanya berbincang ringan tentang sekolah dan pengalaman masing-masing hingga di tengah perbincangan kami terdiam. Hening ….


“Ayaaa…” kata Rifqi sambil menatap tajam mataku. “Iya?” jawabku malu-malu. Sumpah aku baru menyadari, Rifqi begitu manis , rasanya mataku ini sulit berpaling, aku ingin menatapnya setiap saat. “Emmm …” katanya gugup. Rifqi mengeluarkan sebuah gelang berwarna biru,warna yang kusuka gelang yang sama seperti yang dipakainya. Dia memegang tanganku. Aku gugup ya lagi-lagi aku tak bisa berpaling untuk menatap matanya “Aya, mau nggak jadi pacarku? Kalau kamu mau pakai gelang ini tapi kalau kamu gak mau kamu simpen atau kamu buang juga nggak papa.” Kata Rifqi yang mengagetkanku. Seketika aku hanya terdiam dan sedikit berfikir. “Hmm…pakaiin dong” jawabku dengan sedikit manja. “Jadi?” tanyanya tidak yakin “Ya, aku mau jadi pacarmu” jawabku tegas dan yakin, seketika senyuman ketir Rifqi berubah menjadi senyum yang amat membahagiakan. Selesai kami berbincang kami pulang karena sore mulai menjelang.
….
Hari-hari bersama Rifqi sepertinya begitu menyenangkan. Banyak perubahan yang kini aku rasakan, perubahan yang baik tentunya . Namun kebahagiaan itu tak berselang lama, kurang lebih dua minggu setelah hari dimana kita mengikat satu sama lain kini Rifqi berubah. Awalnya aku tak tahu apa yang terjadi, akhir-akhir ini dia jarang untuk bisa diSMS atau ditelephone, jalan denganku saja begitu sulit. Aku mulai curiga, aku mulai merasakan rasa amat sangat kesepian. Semua jawaban kudapat, Rifqi sedang sibuk dengan urusan di sekolahnya ditambah satu urusan yang begitu pribadi. Ternyata ada satu sahabatnya yang amat sangat membutuhkannya. Kalau sudah menyangkut persahabatan aku tak dapat bertindak banyak dan aku meminta agar Rifqi bisa segera mengambil keputusannya. Aku tak bisa berlama-lama menunggunya karena masih ada banyak hal yang ingin ku pedulikan. Satu masalah ini sempat membuatku bimbang namun aku yakin semua bisa terselesaikan.


Kami mulai kembali berbincang tentang hubungan kami yang rumit ini. Ternyata sahabat memang yang terpenting. Dia tidak bisa meninggalkan sahabatnya dan dia memilih untuk meninggalkanku. Rifqi tidak ingin aku kesepian dan sedih tanpa dirinya. Aku memang menangis, aku memang sedih, dan sulit untuk bisa menerima hal ini. Ya, akhirnya keputusan yang terbaik untuk kami adalah putus. Namun semua masih sama sampai sekarang, yang membedakan hanyalah status hubungan. Kini aku masih sering berkomunikasi dengan Rifqi, dia memang kakandaku yang baik, dia motivasi tersendiri untukku, malah setelah kami putus kami semakin dekat, Aku begitu salut dengan Rifqi.


Satu kata yang selalu ku ingat darinya “Saat aku pergi ingatlah aku pernah ada di hidupmu, dan saat kau melihatku kembali, kau akan tersenyum dan akan berkata, dialah orang yang pernah singgah dihatiku” Aku kembali menatap komputerku, kembali menulis dan menulis. Ternyata dingin malam ini tak sedingin yang aku rasakan. Udara malam ini hangat dan tenang. Tanpa kuduga “Greeek…greeek” suara hapeku bergetar dan kulihat, satu pesan diterima, ternyata SMS yang datang itu dari …. Rifqi .

1 komentar:

  1. keren bgd yuuun... tp ni yg u kumpulin ke Pak Rudjito?? hehehehe

    BalasHapus